LEMBAYUNG senja menggantung di atas langit di Pantai Mamboro – Palu, Sulawesi Tengah. Rintik hujan menandai hari ketiga lebaran Idul Adha 1440 Hijriah, membuat aktivitas sore di pantai itu nyaris lengang. Dari kejauhan tampak beberapa perahu rusak tergeletak tak terurus. Onggokan sisa material bangunan rumah menumpuk di sana sini. Tak ada lalu lalang orang. Hanya debur ombak dan deru kendaraan memecah sunyi silih berganti. Denyut kehidupan di pantai indah ini terasa terhenti.
Sunyi di sore hari ketiga lebaran Idul Adha , Rabu 14 Agustus 2019 itu, sebenarnya bukan karena penduduk mudik ke kampung. Bukan pula di tinggal ziarah ke kampung tetangga. Kawasan pantai padat penduduk ini, kini tinggal menyisakan beberapa bangunan kosong tak berpenghuni setelah luluh lantak dihantam tsunami 28 September 2018 lalu. Kawasan Pantai Mamboro Kecamatan Palu Utara, termasuk salah satu titik paling parah dihantam badai tsunami yang bersamaan dengan liquefaksi di beberapa titik di Kota Palu.
Seribuan lebih warga yang berjejal di sepanjang pantai ini, kini berpencar di kompleks hunian berbeda. Ada yang masih tinggal di tenda yang mulai lapuk, ada yang tinggal di hunian sementara (huntara) beberapa di antaranya mencoba membangun huntara atas biaya sendiri. Di antara seribuan lebih warga di Pantai Mamboro yang mengungsi, 24 kepala keluarga di antaranya termasuk beruntung. Mereka mendapat huntara dengan fasilitas penunjang yang memadai untuk mereka tinggali.
Kehadiran huntara PT Vale diakui Baharudin (67) membuat hidupnya menjadi lebih baik. Setidaknya dengan berada di huntara membuat kehidupannya lebih tertata. Dua anaknya yang duduk di bangku SMA dan SMP bisa mendapatkan ruang belajar yang memadai. Baharudin mengaku, ia tidak membayangkan jika tidak segera mendapat huntara yang dibangun PT Vale Indonesia Tbk tersebut. ”Lima bulan di tenda, kalau siang panas, malamnya dingin. Belum lagi kalau hujan. Kami berlima harus tidur satu tenda, bisa dibayangkan bagaimana susahnya,” kenang Baharudin.
Dengan tinggal di huntara, ungkapnya setidaknya ia mulai fokus menggarap kebun kakao nya untuk menghidupi keluarganya. Sempat terbersit keinginan untuk kembali menggeluti pekerjaannya dulu sebagai nelayan, selain berkebun kakao yang digelutinya bersamaan. Namun keinginan untuk melaut urung dilakukan, satu satunya perahu miliknya hilang dihempas ombak tsunami. Untuk menambal penghasilannya, Baharudin membuka kios kecil di depan biliknya. dari jualan minuman segar dan kebutuhan sehari-hari, Baharudin mengaku bisa membuat dapurnya terus mengepul. ”Kalau kakao tidak bisa setiap hari menghasilkan uang. Untung ada jualan din sini,” katanya sambil menunjuk jejeran barang di kios kecilnya.
Pengungsi lainnya yang mengaku beruntung mendapat huntara dari PT Vale adalah Rumadi (49). Rumadi kini beralih menjadi pencari besi tua, setelah statusnya sebagai buruh harian di pabrik rotan di Mamboro terhenti. Sembari menunggu pabrik rotan beroperasi, untuk menghidupi istri dan anak semata wayangnya, Rumadi menjadi pencari besi tua. Dari memulung besi di reruntuhan bangunan bekas tsunami, ia bisa mengumpul Rp100 ribu per hari. Setiap hari menyusuri jalanan dan material bangunan mencari besi bekas bangunan. Hasilnya, kata dia bisa disisihkan untuk membayar listrik Rp20 ribu per bulan dan membeli sembako serta jajan anaknya. ”Bahkan lebaran istri saya bisa beli kue lebaran dan minuman,” katanya sambil menunjuk jejeran toples berisi kue kering yang disajikan di beranda rumahnya.
Senada dengan Baharudin, inisiatif PT Vale yang membangun hunian sementara dengan fasilitas terbaik, membuat orang-orang seperti dirinya merasa tertolong. Menurut Rumadi, saat tiba di pengungsian di gunung, ia sempat berfikir, bagaimana kelak nasib keluarganya. ”Fikiran macam itu muncul saat hari ketiga di pengungsian, saat pakaian tidak ada dan pasokan supermi tinggal beberapa bungkus,” kenangnya.
Atas inisiatif sendiri, Rumadi dan beberapa kawannya turun dari pengungsian dan tinggal di tenda di tanah yang kelak akan dibangun huntara oleh PT Vale Indonesia Tbk. Lima bulan tinggal bersesakan di tenda, akhirnya hunian sementara yang diidamkan resmi berdiri. Ia pun memuji kebijakan PT Vale dan pemerintah kecamatan Palu Timur, soal syarat warga yang boleh tinggal di huntara. Salah satunya syaratnya adalah warga yang boleh masuk di huntara adalah mereka yang sama sekali tidak lagi mempunyai tempat tinggal. ”Alhamdulilah kita-kita ini yang tinggal di dua unit huntara, benar-benar tidak lagi punya tempat tinggal. Semua rumah kami hancur. Kita semua ini tinggal di Pantai Mamboro,” jelasnya.
Asni (46) istri Rumadi mengaku, dibandingkan huntara yang dibuat instansi lain, huntara yang mereka tinggali termasuk berkualitas bagus. Ia sudah banyak mendengar cerita dari kerabatnya yang tinggal di huntara lain di Palu. Ada yang terpaksa terusir dari biliknya karena proses pembayaran kontrak yang belum tuntas. ”Teman-teman saya saya sudah tinggal di kamarnya tiba tiba harus angkat kaki.
Kontraktornya marah-marah, padahal mereka tidak tahu apa-apa,” kesal Asni. Beruntung peristiwa itu tidak menimpa dirinya dan keluarganya. Saat terima kunci dari PT Vale, mereka tidak dibayang-bayangi pengusiran seperti yang dialami kerabatnya. Kini, praktis yang membebani fikirannya adalah bagaimana mencari usaha untuk menambal penghasilan suami. Penghasilan Rp100 ribu per hari jika hanya sebatas sembako untuk mereka bertiga tampaknya cukup. Namun pos pengeluaran curhat Asni tak hanya soal sembako. Kepentingan privat perempuan juga butuh biaya. ”Sudahlah untuk make up, itu urusan kesekian. Tapi kalau siklus bulanan, perempuan butuh tak sekadar sembako,” katanya.
Walau demikian ia tidak ingin urusan ini menjadi beban yang harus dipikul suaminya. Ia pun membuat kue dan menitipkannya di kios-kios. Dari situ ia membeli kebutuhan spesifik perempuan, seperti pembalut atau bahkan bedak murah. Di huntara yang ditempatinya kini, PT Vale tak hanya membangun hunian layak huni. Di kawasan yang sama, juga dibangun satu unit layanan kesehatan.
Menurut dia, kehadiran fasilitas kesehatan semakin membuat kehidupan mereka di huntara semakin terjamin. ”Setidaknya saya dan keluarga merasa bersyukur kebaikan PT Vale membangun huntara dengan fasilitas yang baik membuat kehidupan kami lebih tenang sebelum kami dipindah ke hunian tetap,” ujarnya.
Kesyukuran atas hadirnya PT Vale di puncak krisis, ketiadaan hunian dan terbatasnya bahan makanan, dikemukakan Sofyan Lasau (46) Koordinator pengungsi huntara PT Vale. Sofyan mengaku di huntara yang terdiri dua unit bangunan utama. Setiap unit menampung 12 kamar/bilik yang bisa dihuni hingga 5 jiwa. Kini huntara yang ditempatinya dihuni 100 lebih jiwa warga Mamboro – Palu Utara.
Diserahi tugas koordinator, Sofyan Lasau mengaku bertanggungjawab terhadap penghuni huntara. Bersama pemerintah kecamatan setempat, Sofyan menyusun syarat ketat bagi penghuninya. Salah satunya adalah, kamar harus ditinggali terus menerus tanpa jeda. Jika ada penghuni yang meninggalkan kamar selama 30 hari, maka kamar tersebut akan diserahkan kepada orang lain. ”Saat ini masih banyak warga Mamboro yang tinggal di tenda, mendingan diberikan kepada mereka saja,” katanya.
Saat ini katanya malah sudah ada penghuni yang dikeluarkan dari huntara PT Vale. Orang tersebut menghuni bilik 09. Nyaris sebulan tidak pernah menginap di kamarnya. Ternyata yang bersangkutan tinggal di kerabatnya di tempat lain. Akhirnya, bilik yang sudah ditinggali diserahkan ke Arman Maulana (43) dan keluarganya, warga Mamboro Boya yang rumahnya rusak berat diguncang gempa.
Arman yang memboyong istri dan dua anak perempuannya mengaku bersyukur, tak hanya semata mendapat tumpangan gratis, tetapi di tempatnya ada berdiri satu unit Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang berdiri beberapa meter dari huntara yang ditempatinya.
Puskesmas yang didirikan PT Vale itu letaknya bersisian dengan huntara yang dibangun. Arman mengaku, cukup terbantu dengan keberadaan Puskesmas bercat putih hijau itu. Anak bungsunya Anisah (14) tahun yang sempat terserang diare selama tinggal di tenda pengungsian, kesehatannya terus berangsur membaik, setelah mendapat perawatan dari perawat di Puskesmas.
Tak hanya penghuni huntara PT Vale yang merasa terbantu dengan hadirnya Puskesmas yang terletak di Dusun Mamboro Boya Kelurahan Kelurahan Mamboro tersebut.
Warga yang bermukim di luar huntara pun memanfaatkan kehadiran fasilitas kesehatan itu. Ibrahim Putuh (65) termasuk salah satunya. Rumahnya yang berjarak sekitar 200 meter dari Puskesmas membuatnya terasa mudah melakukan kontrol penyakit nyeri otot yang dideritanya. Dulu saat masih tinggal Mamboro Induk, ia harus naik ojek ke Puskesmas kecamatan yang jaraknya sekitar dua kilo dari rumahnya. ‘’Saya harus diantar cucu naik motor. Dijemput lagi kalau sudah selesai periksa dan ambil obat,’’ ungkap kakek lima cucu ini. Tak hanya jarak yang dekat. Kakek yang ditinggal istrinya tiga tahun silam ini, mengaku bisa menghemat biaya. Biasanya jika cucunya sedang ke sekolah atau ada keperluan lain. Maka ia harus membonceng ojek online menuju Puskesmas.
Kini, dengan jarak yang dekat, ia cukup jalan kaki. Hilangnya mata pencaharian, Mansur (45) anaknya sebagai nelayan membuat keuangan keluarga terpukul. Bahkan untuk sekadar membayar obat sebenarnya sudah berat apa lagi jika harus membayar ojek online. Ibrahim Putu, kini tinggal bersama Mansur anaknya di Dusun Mamboro Boya.
Warga di huntara lain juga memanfaatkan kehadiran Puskesmas ini. Letaknya berdampingan dengan hunian yang dibangun oleh BUMN melalui Kementerian PU dan Perumahan Rakyat. Pada Rabu 7 Agustus 2019, saat Palu Ekspres terakhir menyambangi Puskesmas ini, seorang ibu muda dan bocah digendongannya tampak mengisi lembaran di bagian pendaftaran. Ibu Marni (27) pagi itu hendak mengobati anaknya Aprisal (4) yang batuk dan panas. Ibu Marni adalah penghuni huntara yang dibangun pemerintah mengaku terbantu dengan hadirnya Puskesmas ini. Tak hanya dirinya, tetangganya di huntara yang sama, kerap berobat di sini. ‘’Sejak tinggal di huntara, saya jarang ke rumah sakit lain kecuali kalau harus dirujuk kesana,’’ ungkap Marni.
SEHARI LAYANI 15 PASIEN
Kunjungan pasien di Puskesmas PT Vale cukup tinggi. Di Dusun dengan penduduk 315 jiwa (data 2018)), sehari kunjungan pasien antara 15 – 20 pasien. Umumnya adalah penderita, diare, batuk dan pusing-pusing dan beberapa penyakit lainnya. Usianya beragam. Mulai anak-anak hingga lansia. Umi Kalsum A.Md.Kes, petugas yang sehari-hari bertugas di huntara PT Vale mengatakan, pasien di sekitar Dusun Mamboro Boya, sangat terbantu hadirnya dengan fasilitas kesehatan tersebut. Sekalipun statusnya sebagai Puskesmas pembantu namun sangat membantu masyarakat setempat.
Umi Kalsum bersama tiga rekannya saban hari menyambangi Puskesmas ini, untuk mengobati pasien yang datang setiap waktu. Sejauh ini akunya, pasien yang datang masih bisa ditangani. Dengan jumlah pasien sekitar 15 – 20 orang sehari, Umi Kalsum mengaku masih bisa ditangani. ‘’Peralatan Puskesmas yang didrop juga dari Puskesmas kecamatan juga masih cukup untuk menangani penyakit pasien di sini. Kan pasien umumnya hanya control saja,’’ jelasnya. Pernah kata dia, ada beberapa pasien yang datang tidak bisa ditangani dengan peralatan di Puskesmas. Mereka lalu disarankan ke Puskesmas Utama dengan peralatan yang lebih memadai.
Rekannya Mariani (29) menjelaskan, saat Puskesmas baru saja diresmikan beberapa pasien malah ada yang tidak mempunyai uang untuk membayar obat dan jasa pengobatan. Beruntung kata dia, saat itu cadangan obat dari relawan banyak yang didrop ke Puskesmas, sehingga warga tidak perlu membayar. Apa lagi jika hanya sekadar obat batuk dan pusing-pusing. Saat ini lanjut Marni, seiring dengan mulai pulihnya mata pencaharian warga, pemandangan warga yang tidak bisa membayar jasa berobat, tidak lagi ditemukan.
HUNTARA UNTUK FASILITAS PEMKOT
Warga yang tinggal di huntara PT Vale Indonesia Tbk direncanakan hingga dua tahun. Sebelum mereka ditempatkan di hunian tetap (huntap). Bangunan huntara yang ditinggalkan rencananya akan menjadi fasilitas milik pemerintah kota (Pemkot). Koordinator huntara PT Vale, Sofyan Lasau menjelaskan, saat menempati huntara, sudah diingatkan pemerintah Kecamatan Palu Utara, agar tidak membongkar atau maupun membawa apa pun dari huntara kecuali property milik warga. Hariman S.Sos (36) petugas di kantor Kecamatan Palu Utara, sejak awal sudah ada komitmen antara pemerintah setempat dan penghuni untuk tidak mengambil atap seng atau tandon yang disediakan oleh PT Vale Indonesia Tbk di kompleks huntara. Semua itu ungkap Hariman akan menjadi barang inventaris milik pemerintah. ‘’Huntara bekas akan menjadi markas pemadam kebakaran. Bilik-biliknya bisa disulap menjadi ruang administrasi maupun tempat berkantor staf,’’ rincinya.
Saat ini ungkap Hariman kebutuhan pemerintah terhadap ruangan berkantor cukup tinggi. Pasalnya, sejumlah kantor milik pemerintah banyak rusak dihantam gempa. Di Kota Palu sendiri sambungnya masih ada kantor yang menempati gudang untuk mengerjakan tugas pelayanan. Kebetulan huntara milik PT Vale, struktur bangunanya cukup kokok. Di sini juga tersedia energi tenaga surya dan tandon penampungan air delapan unit, cukup untuk memenuhi kebutuhan staf kantor sekecil sekelas kantor kecamatan. Pihaknya telah melihat material bangunan huntara. Jika dipelihara bagus bisa bertahan lima tahun. ‘’Pengungsi di sini hanya dua tahun sebelum pindah di huntap. Saya pastikan kondisi bangunannya masih cukup bagus. Paling jika ada yang rusak mungkin hanya lantai,’’ katanya sambil menunjuk lantai triplek ukuran 12 milimeter.
Ia memperkirakan material bangunan huntap milik PT Vale tersebut bertahan lama karena menggunakan rangka baja ringan dan atap seng. Huntap dibangun di atas tanah milik pemerintah kota, maka otomatis aset yang berada di atasnya menjadi milik pemerintah kota. ‘’Kami sudah minta ke PT Vale dan perusahaan tidak mempermasalahkannya,’’ jelas Hariman.
Wajah Wakil Wali Kota Palu, Sigit Purnomo Said alias Pasha Ungu, tampak semringah. Turun mobil bongsor alphard hitam, Pasha terus menebar senyum. Panas terik tak digubrisnya. Pandangannya menyapu ke seantero bangunan huntara berkelir putih hijau itu. Rabu 7 Agustus lalu adalah kunjungan keduanya pascaperesmian huntara. Ia tampak gembira melihat warganya yang secara perlahan dan pasti kembali menata hidup mereka di rumah sementara. ‘’Bersyukurlah Pak. Fasilitas ini sudah lebih baik daripada harus bertahan di tenda,’’ hibur Pasha saat mendatangi salah seorang penghuni. Pemerintah katanya sangat berterima kasih kepada relawan khususnya PT Vale Indonesia, yang membuatkan fasilitas huntara untuk warga korban gempa. Ia meminta, fasilitas itu dijaga sebaik-baiknya sebelum akhirnya pindah di hunian tetap yang sedang dibangun pemerintah.
Tak hanya Pasha Ungu yang mengirim kesan positif atas upaya PT Vale Indonesia itu. Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola pun mempunyai kesan yang dalam atas bantuan salah satu perusahaan nikel terbesar yang beroperasi di Soroako dan Morowali ini. Longki mengaku, sejatinya setiap perusahaan perlu menyisihkan labanya untuk kepentingan sosial masyarakat. Terlebih seperti Sulawesi Tengah yang baru saja mengalami bencana dahsyat. PT Vale ungkap Longki tak mengeksploitasi kandungan kekayaan bumi. Tapi juga berkomitmen untuk memperbaiki kualitas peradaban melalui aksi-aksi kemanusiaan yang dilakukannya selama ini.
Salah satunya adalah kehadiran perusahaan ini pada tanggap darurat saat gempa bumi, tsunami dan liquefaksi di Sulawesi Tengah. ‘’Kita berterima kasih pada managemen PT Vale yang terus berkontribusi melalui aksi aksi kemanusiaan di daerah kita,’’ ungkap Longki, Senin 5 Agustus pekan lalu, usai meninjau latihan Paskibra di Palu. Eksploitasi bahan tambang nikel yang dilakukan oleh PT Vale ungkap Gubernur telah memberi kontribusi nyata terhadap perbaikan kualitas hidup di segala lini. ”Sumbangan bangunan huntara adalah bukti nyata kontribusi itu,” pungkas Gubernur Longki.
Kehadiran PT Vale Indonesia Tbk di Sulawesi Tengah diakui Direktur Utama PT Vale Indonesia Nico Kanter, tak hanya sebatas eksploitasi kekayaan bumi. Dua misi yang selalu dijalankan bersamaan adalah, mengolah sumber daya alam untuk berkontribusi terhadap devisa negara dan misi kemanusiaan yang selalu menjadi misi penting perusahaannya.
Salah satunya adalah hadirnya PT Vale untuk meringankan beban sebagian warga Palu, Sigi dan Donggala usai dihajar gempa dahsyat. ‘’Kami hadir untuk membantu bapak ibu menata kembali kehidupan yang hancur karena musibah,’’ seru Nico Kanter di depan ratusan penghuni huntara PT Vale, saat peresmian beberapa waktu lalu.
Bukti komitmen perusahaan yang dipimpinnya terhadap tragedi kemanusiaan di Sulawesi Tengah itu dibuktikannya dengan menurunkan sejumlah pejabat utama di PT Vale termasuk dirinya. ‘’Dua hari setelah gempa kami sudah di sini, memantau dan memastikan bantuan apa yang tepat untuk bapak ibu di sini,’’ katanya menambahkan. Pada masa tanggap darurat itu, PT Vale mengucurkan bantuan, obat-obatan dan tenaga medis, makanan dan minuman serta selimut hingga peralatan bayi.
Di sini, di huntara PT Vale, ratusan pengungsi menyusun kembali agenda mereka. Merencanakan harapan baru untuk peradaban mereka yang porakporanda dihantam gempa dahsyat. Kontribusi PT Vale Indonesia terhadap bencana dahsyat di Palu – Sulawesi Tengah, adalah bukti dari sekian karya nyata kehadiran perusahaan ini pada tegaknya peradaban. Tidak saja di Palu. Tetapi pada Indonesia. Dan pada kemanusiaan. ***
Penulis: Amanda
Pernah tayang di Harian Palu Ekspres
Pernah diikutkan dalam lomba karya jurnalistik PT Vale Indonesia Tbk