SIAPA pun yang hendak berurusan dengan Komisi Informasi (KI) Provinsi Sulteng bakal kesulitan mendapat kantornya. Setidaknya harus banyak bertanya, jika tidak ingin salah masuk di beberapa unit bangunan yang terlihat mirip. Beberapa tamu yang pernah berkunjung kesini, mengaku kantor KI jauh dari layak untuk disebut sebagai kantor.
Komisi Informasi kini sedang menumpang di Kantor eks Bakorluh milik Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulteng yang terletak di Jalan Kartini – Palu. Warga yang pernah berurusan di kantor ini, mayoritas menggerutu.
Kantor ini menyempil di lantai dua yang untuk mengaksesnya harus menaiki tangga dengan cat kusam dan terkelupas di sana sini. Saat berpapasan, seseorang harus memiringkan tubuh agar tidak terjadi senggolan yang bisa memicu salah paham.
Di lantai dua, yang menjadi tempat kantor, terdapat empat ruang. Satu ruang untuk administrasi, ruang untuk Ketua KI Abbas Rahim dan ruang bagi empat komisioner. Lalu satu ruang lagi untuk sidang.
Ruang kerja Ketua KI Sulteng Abbas Rahim, sekaligus berfungsi menjadi tempat untuk mediasi para pihak yang bersengketa. Di ruang ketua terdapat satu ruang tunggu sempit dengan dua kursi tamu berjejer. Masuk di dalam berdiri kaku lemari kecil mirip lemari hias dengan beberapa buku di atasnya. Satu set tisu dengan dua buah gelas mineral menemani Abbas Rahim yang sesaat lagi bakal memimpin sidang sengketa informasi.
Terdapat pula satu set meja kerja lengkap dengan kursi. Meja dilapisi karpet kasar warna biru langit yang direkat dengan paku payung disetiap sisinya. Jika diusap tekstur karpet terasa keras dan kasar dengan bulu-bulu menyembul di sana sini.
Di bagian belakang menggantung kaku dua foto resmi Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin – satu-satunya properti yang mengesankan bahwa di ruang itu ada aktivitas untuk memastikan keterbukaan informasi di seantero Sulawesi Tengah. Sebagai Ketua Komisioner, Abbas Rahim dibekali satu unit mobil dinas jenis avanza hitam DN 1647 – tahun 2008. Mobil yang bodinya tampak kusam, terlihat menemani mantan Ketua Organda Sulteng itu, menjalankan tugas dinasnya.
Beralih ke ruang komisioner. Di ruang seluas sekira 4 x 6 itu, bertumpuk 4 komisioner dengan fasilitas seadanya. Satu buah kipas angin berukur sedang tak berhenti berputar. Semburannya tampak tak mampu menjangkau sudut –sudut ruangan, memaksa komisioner yang kegerahan harus mengipas wajah atau keluar sejenak mencari angin segar.
Di setiap meja kerja yang sebagianya sudah terkelupas terdapat kursi untuk para komisioner. Ada kursi plastik ada juga kursi kantor yang dilapisi kulit. Untuk mendudukinya harus hati-hati. Salah satu kakinya patah. Pemilik kursi komisioner Sustrisno Yusuf mengaku harus hati-hati agar tidak terjengkang. Di ruangan komisioner itu sebenarnya ada lagi ruang di dalamnya untuk komisioner perempuan, Heny Hasna Ingolo. Namun perempuan pensiunan ini mengaku tidak betah di ruangannya, gerah tidak ada kipas angin. ‘’Saya memilih duduk di sini saja bersama teman-teman,’’ katanya.
Lalu di ruang sidang yang merupakan terbesar di antara 4 ruangan yang ada, dilihat sekilas tidak layak untuk disebut sebagai ruang sidang. Di bagian depan terdapat empat kursi untuk empat komisioner selebihnya hanya ada dua kursi untuk pelapor dan terlapor. Dan sama sekali tidak ada satupun kursi untuk pengunjung sidang.
Di antara empat ruang yang tersedia, masih ada satu ruang lagi yang tersisa. Ruang tersebut adalah bekas gudang. Ruangan yang dipenuhi sarang laba-laba dan debu yang menebal di sana sini, oleh Komisioner Sustrisno Yusuf dibersihkan dengan merogoh kocek sendiri. Menurut Komisioner Ridwan Laki, rekannya itu adalah satu-satunya komisioner yang merokok. ‘’Jadi beliau memilih membersihkan ruangannya sendiri dengan uang sendiri. Kalau tidak salah habis sekitar Rp1,2 juta,’’ jelas broadcaster di Radio Al Khairaat Palu ini.
Di ruang bekas gudang itu, terlihat ruangan tersebut baru saja dibersihkan. Belum ada kursi dan meja. Ruangannya kosong memanjang. Belum ada lampu, suasananya terasa pengap. Cat putih yang tak terlalu rapi tampak dominan melapisi dinding dan plafon.
Pernah ungkap Anggota KI Sulteng, Ridwan Laki, kantornya didatangi pendemo dari Kabupaten Donggala menuntut transparansi bantuan bencana. Pada akhirnya warga tidak hanya memprotes soal data informasi bantuan bencana. Mereka juga mengeluhkan karena di kantor Komisi Informasi tidak ada satu pun kursi untuk mereka. Fenomena minimnya fasilitas mobiler di Komisi Informasi Sulteng bahkan sudah berlangsung lama – sejak mereka dilantik medio November 2021 lalu.
Kondisi KI Sulteng yang serba kekurangan itu, ternyata belum sampai ke meja gubernur. Setidaknya, ini terlihat saat lima komisioner KI Sulteng menyampaikan problem yang membelit mereka saat bertemu Plh Sekdaprov Rudi Dewanto, 5 Agustus lalu.
Rudi Dewanto tampak tak percaya jika komisi yang telah membawa harum Sulawesi Tengah ke urutan 25 indeks keterbukaan informasi di Indonesia – sedang dalam serba kekurangan. Kekurangan fasilitas juga kekurangan dukungan anggaran.
Di hadapan Rudi Dewanto, lima Komisioner tak hanya menyampaikan minimnya fasilitas dasar di kantor. Komisioner juga menyampaikan dukungan anggaran yang seret. Padahal keberadaan dana ungkap Abbas Rahim sangat mendesak untuk mendukung mobilitas anggota komisioner melakukan perjalanan dinas di dalam daerah.
Heny Hasna Ingolo satu-satunya Komisioner perempuan di Komisi Informasi Provinsi Sulteng, saat melakukan sosialisasi di Kabupaten Tolitoli, mengaku, mereka harus merogoh kocek pribadi untuk ‘’uang duduk’’ peserta yang mengikuti sosialisasi.
Mendengar curhatan Komisioner KI itu, Rudi Dewanto memberi instruksi kepada Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik Daerah Provinsi Sulteng, Novalina MM, segera mengatasi ketiadaan fasilitas tersebut. Sedangkan masalah anggaran, Dewanto berkomitmen memberikan solusi setelah terlebih dahulu melaporkannya kepada Gubernur. ‘’Bu Kadis tolong ini diperhatikan. Jangan sampai komisioner di KI tidak ada kursi. Apa lagi sampai gunakan kursi patah,’’ katanya mengingatkan.
Di tengah keterbatasan anggaran dan fasilitas, Komisi Informasi masih mampu menghadirkan prestasi yang membuat Gubernur Sulteng pantas bangga. Komisi Informasi mampu mengerek peringkat Indeks Keterbukaan Informasi Publik Sulteng dari urutan kedua terbawa se-Indonesia pada 2021 ke urutan 25 pada 2022. Menyaksikan realitas di KI Sulteng saat ini, satu pertanyaan penting pantas diajukan. Pemerintah ini benar-benar serius membangun keterbukaan informasi atau sedang main-main? ***
Penulis : Amanda
Foto-foto : Amanda