Geopark Tak Semata Melestarikan Alam, Tapi Untuk Kesejahteraan Bersama

AKRAB – Bersama Dosen Geologi Untad Riska Puspita, saat meninjau singkapan Tampemadoro, Sabtu, 9 November 2024

GEOPARK bukan hanya melestarikan alam, tetapi harus memberikan manfaat nyata bagi warga. Dengan menghubungkan warisan geologi, kekayaan budaya dan sumber daya hayati, sejatinya geopark mampu memberi nilai tambah pada masyarakat, untuk kesejahteraan, keseimbangan alam serta ekonomi berkelanjutan. ‘’Sejatinya seperti itu,’’ ungkap Ida Bagus Oka Agastya, Geosentris Batur Unesco Global Geopark. Oka termasuk salah satu Anggota Ekspedisi Geopark Poso.  Geopark Batur tempat ia bernaung kini,  sengaja memilih tema, ‘’Memuliakan Bumi, Mensejahterakan Masyarakat’’, agar geopark hadir untuk masyarakat bukan didominasi  private sector. Memuliakan bumi adalah wujud syukur atas anugerah alam. Sementara mensejahterakan masyarakat adalah buah dari upaya menjalin relasi yang tulus antara manusia dan semesta dalam harmoni yang indah.

Dalam pengelolaannya  menurut Oka,  masyarakat menjadi aktor utama dalam panggung geopark. Mereka memanfaatkan ruang ekonomi dengan bijak, mengubah kekayaan alam menjadi berkah berkelanjutan, sambil menjaga harmoni antara budaya, tradisi, dan kelestarian alam. Dengan pengalaman 12 tahun mengelola Taman Bumi di Kintamani – Batur, Bali, Oka melihat calon Geopark Poso adalah paket lengkap. Danau purba, warisan geologi,  kekayaan budaya, biodiversitas hingga budaya bendawi mudah ditemui nyaris di setiap sudut Kabupaten Poso. Ia mengatakan, dalam konteks geopark, ruang ekonomi tak hanya semata soal kuliner, akomodasi dan barang pertanda ingat alias cinderamata.  Geopark Poso menawarkan segalanya.   Ia kemudian membocorkan beberapa industri pariwisata yang bisa dinisiasi warga lokal – tanpa investor kelas kakap.

SERIUS – Ida Bagus Oka Agastya berbincang dengan kolega Tim Ekspedisi Geopark Poso, di Pada Marari, Desa Taipa, Kamis 7 November 2024

Time Travel – Wisata Menyusuri Waktu

Karakteristik wisata time travel menurut pria jebolan S1 Teknik Geologi  AKPRIND Yogyakarta ini, sangat unik. Sebagai wisata petualangan, time travel atau menyusuri waktu seperti membuka pintu menuju dimensi yang tersembunyi – tempat masa lalu, kini, dan imajinasi saling berkelindan. Setiap sudutnya menghadirkan cerita dari arsitektur kuno yang berbisik tentang sejarah hingga teknologi futuristik yang menatap cakrawala.

Di perjalanan ini, menurut dia, wisatawan tak hanya menjelajah ruang, tetapi juga menembus batas waktu, merasakan kehidupan di era yang berbeda dengan sensasi yang memukau. Bagi para penikmat geowisata, batuan dan mineral dimaknai sebagai ukiran waktu yang membisikan kisah tentang gunung yang terbentuk, lautan yang surut, dan kehidupan yang berdenyut sejak jutaan tahun lampau.

Wisata Experience

Selanjutnya, peraih S2 di Managemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta ini menyebut, wisata jenis ini  adalah tentang merasakan. Bukan sekadar melihat.  Wisatawan ‘’mencelupkan’’ diri ke dalam denyut kehidupan lokal, merasakan aroma tradisi dan menyentuh   setiap sudut dan tempat. Wisatawan katanya ingin merasakan pengalaman yang membekas dan bisa dia ceritakan di tempat ia pulang. Dalam perjalanan wisata jenis ini, setiap momen menjadi kisah. Bahkan, setiap langkah selalu menjadi makna dimana pengalaman-pengalaman itu akan membekas sebagai kenangan abadi. Conical Hills alias bukit kerucut yang masuk dalam warisan geologi sangat memadai untuk wisata berbasis pengalaman. Letaknya nyaris di tengah kota, dengan hamparan sawah dan latarbelakang bukit kerucut sangat ideal untuk dibuatkan wisata experience. Pengalaman berwisata membajak sawah, panen padi atau mengolah kuliner menjadi paket perjalanan yang tidak saja menarik tapi juga mengesankan.

Wisata Bencana

Wisata bencana salah satunya untuk edukasi. Karena ia akan membuka tabir geologi yang menyimpan cerita gemuruh dahsyat. Pengetahuan berupa retakan kerak bumi hingga semburan magma, memberi pelajaran tentang  ketangguhan sekaligus harmoni. Oka Agastya menyebut, wisata bencana penting untuk memberikan penyadaran akan risiko yang dihadapi. Wilayah Poso sebagaimana temuan para geolog, terbentuk dari subduksi (megathrust) yang terjadi jutaan tahun lampau. Sesar Poso Barat yang membentuk triangular facet di Pada Marari dan sekis hijau di Desa Panjoka menurut dia mengonfirmasi bahwa subduksi jutaan tahun lampau adalah fakta yang tidak bisa dibantah. ‘’Ini harus dibuatkan paketnya. Peminatnya banyak. Komunitas geowisata di Indonesia semakin menjamur,’’ jelasnya. Wisata bencana menurut Oka, bukan sekadar perjalanan. Melainkan pelajaran yang mengajarkan manusia tentang kekuatan alam, pentingnya kesiapsiagaan serta bagaimana manusia bisa belajar dari sejarah untuk menjaga keselamatan serta melestarikan keseimbangan alamnya.

Dalam dokumen warisan geologi Poso, terdapat 24 lokasi situs geologi yang tersebar di Kabupaten Poso. Jumlah itu menunjukkan rekam jejak sejarah geologi Pulau Sulawesi dan Cekungan Poso yang mempengaruhi keanekaragaman hayati dan keragaman budaya di Sulawesi sejak ratusan hingga jutaan tahun yang lalu. Dengan karakter Geopark Poso yang beragam dan komplet, peluang untuk mendesain tiga jenis perjalanan wisata tersebut, bukan hal yang sulit. Syaratnya, Oka  mengingatkan, harus ada yang mau mengerjakannya. Kedua,  masyarakat jangan ditinggalkan. Meraka harus tetap menjadi pemain utama dalam industri wisata geopark.

Di balik keindahan geopark, harus ada tangan-tangan masyarakat lokal mengelola ruang ekonominya. Merekalah yang akan memadukan kearifan tradisional dengan inovasi. ‘’Masyarakat lokal adalah jiwa dari geopark itu,’’ pungkas dia. ***

Penulis: Yardin Hasan
Foto-foto: Basrul Idrus/Institut Mosintuwu

Tinggalkan Balasan