Memainkan batu gaple terasa seperti cinta. Juga seperti musik. Ia memiliki kekuatan untuk membuat orang bahagia.
ITULAH yang dirasakan para pencinta gaple yang rela menghabiskan waktu berjam-jam bersama kolega untuk menuntaskan kebahagiannya di atas meja sederhana. Gaple permainan murah. Bisa dimainkan oleh empat orang secara berpasangan. Bisa dimainkan di teras rumah, pos jaga atau warung kopi. Inilah olah raga rakyat penggemarnya kini mulai merambah ke berbagai usia, dewasa, orang tua dan remaja. Laki dan perempuan.
Sebagai olahraga yang mengandalkan ketahanan mental dan otak, gaple hari-hari ini terus menjadi magnet bagi penggemarnya. Nyaris saban pekan selalu ada kejuaraan berhadiah jutaan, yang membuat warung kopi sebagai venue utama tak lagi semata sebagai tempat santai menyeruput kopi. Jubelan orang memenuhi warung kopi menyaksikan para pemain beradu taktik. Gaple memang tidak serumit bidak catur. Tapi permainan gaple tetap saja membutuhkan konsentrasi tinggi dan menguras pikiran.
Di balik canda ria para pemainnya, di teras-teras rumah, di warung-warung kopi, pencinta gaple kini sedang menata dirinya secara serius. Tak hanya meningkatkan skill dan taktik permainan. Tapi juga regulasi tentang aturan pertandingan, attitude pemain di meja pertandingan dan hal-hal kecil yang mengarah ke profesionalitas. Permainan gaple melalui lembaga PORDI akronim dari Persatuan Olahraga Domino Indonesia – tengah berusaha mensejajarkan diri dengan cabang olahraga lainnya yang menginduk ke KONI.
Usaha kearah itu tampak dalam berbagai turnamen yang digelar secara maraton. Medio Juli, Agustus dan September, turnamen domino sebutan lain gaple, berlangsung gencar. Dengan antusiasme pemain yang tak pernah surut. Dengan venue seadanya, berdempetan di meja pertandingan. Dengan aturan turnamen yang kian ketat – selaras dengan aturan yang diterbitkan PORDI Pusat. Turnamen tetap tak pernah sepi pemain. Hadiah turnamen yang tak seberapa sepertinya bukan masalah bagi pencinta olah raga ini.
Atlet Domino memang bejibun. Turnamennya selalu ramai. Kini, kerjaan pengurus PORDI berikutnya adalah mengubah perspektif pemain domino dari mental permainan tingkat pos ronda ke permainan yang elegan dan terhormat sehingga wajar menyandang atribusi atlet. Pengurus PORDI ingin predikat atlet tak sekadar disandang tanpa makna. Di atas itu, para atlet harus mampu mengejawantahkan nilai dan semangat atlet dalam setiap turnamen. Dan itu terasa, dari beberapa turnamen yang terpantau. Panitia selalu menerapkan aturan ketat bagi atlet yang bertanding.
Ikhtiar mewujudkan paradigma atlet professional pada setiap pemain domino terlihat sungguh sunguh dilakukan. Untuk yang satu ini, perlu menyebut figur-figur pemain domino kawakan seperti Syahril dan Harun SH serta beberapa pengurus PORDI lainnya. Syahril misalnya. Terdaftar sebagai atlet di Gardu Bumi Nyiur (GBN) – ia melakukan roadshow ke Gardu AY – TIM di Jalan Ahmad Yani, Gardu Pinbuk Merdeka dan Gardu Tanah Runtuh, sekadar menyosialisasikan aturan teknis permainan domino. ‘’Anda jangan main-main. Anda bukan pemain di Pos Ronda. Anda adalah atlet, semangat atlet harus dijunjung tinggi dalam setiap permainan,’’ katanya pada Sabtu 13 Agustus 2022 lalu. Tiga jam lebih Syahril menggelar athlete brief di tiga Gardu berbeda itu yang berlangsung hingga pukul 01. 45 dinihari itu. Selain Syahril, figur lain yang pantas dicatat adalah Harun. Sosok pengacara sukses ini, mengampu lima gardu berbeda.
Harun mengaku, antusiasmenya itu semata, ingin lebih menaikkan pamor olahraga domino dari kegiatan sebagai ‘’membunuh waktu’’ di pos ronda menjadi olahraga berkelas sejajar dengan cabang olahraga lain yang sudah established (mapan). Di whatsapp grup PORDI yang diampunya, Harun selalu mengirimkan aturan-aturan teknis permainan domino termasuk memompa semangat anggotanya untuk tidak meninggalkan arena pertandingan tanpa alasan yang tidak signifikan agar tidak mendapat pinalti walkover atau WO. Itu dilakukannya setiap saat. Pagi, siang, tengah malam hingga subuh hari.
Komitmennya membesarkan olahraga ini, terlihat dengan kesibukannya mengurus pendaftaran para atlet untuk menambah jam tanding. Bahkan sering pula, ia merogoh koceknya membayar pendaftaran para atlet di sejumlah gardu yang didirikannya.
Di ajang selekda yang berakhir 22 Agustus lalu, atlet asuhannya dari Gardu Prodeo menyabet juara III dan berhak mewakili Pordi Palu ke ajang seleksi tingkat Provinisi Sulteng. Senyum semringah memancar dari wajahnya yang tampak lelah mendampingi para atletnya sejak pagi.
SELEKDA AJANG SELEKSI ATLET MENUJU KEJURNAS
Pengurus PORDI Kota Palu, dibawa kepemimpinan Alimudin Alibau, bertekad membawa atlet Pordi Kota Palu ke ajang Kejurnas September tahun di Jakarta. Namun sebelumnya, atletnya harus berjibaku di ajang seleksi tingkat Provinsi Sulteng, pada September ini. Pordi Kota Palu dengan atlet yang banyak serta turnamen yang dinamis – berharap mendapat kuota terbesar sebanyak 10 pasang. Para semifinalis dan finalis otomatis maju ke ajang Selekda tingkat Provinsi Sulteng. Sisanya dua pasang, akan dipilih panitia dari babak 16 besar untuk menggenapi 10 wakil Kota Palu di ajang tersebut. Namun harapan itu, masih tergantung perkembangan selanjutnya.
Kini, ajang selekda telah berakhir. Selebrasi para pemenang sudah selesai. Para atlet sudah mengendurkan syaraf-syaraf setelah memeras energi dan otak dalam kejuaraan yang digeber sejak pagi hingga malam.
Pengalaman menggelar kejuaraan domino resmi selevel Selekda baru kali ini digelar. Persiapan teknis dan non teknis sudah di-set up sebaik-baiknya oleh panitia. Namun demikian kejuaraan selama 4 hari (diantarai seminggu) itu tetap meninggalkan cerita yang layak menjadi evaluasi bersama. Salah satu yang paling lantang menyorot kinerja panitia adalah Ridwan Machmud – Ketua Gardu Silae. Ada beberapa hal yang dikritiknya. Salah satunya adalah update dua pertandingan di pekan pertama (Sabtu 13- 14 Agustus) yang lambat disampaikan panitia ke peserta. Ia tidak bermaksud mencurigai panitia. Tapi keterlambatan sampai sehari lebih akan menimbulkan persepsi liar dari peserta termasuk dirinya. ‘’Jangan nanti panitia dianggap lama input data untuk menghindarkan sesama panitia yang juga pemain tidak saling ‘’bentrok’’ di babak knock out),’’ kritiknya. Urusan input data katanya bukan soalan sulit jika dilakukan dengan serius. Ia lalu menunjukkan data-data yang ditengarai bisa dimainkan. Pengurus Pordi Kota Palu, Djaury O Sakkung pun menimpali. Ia minta panitia memerhatikan masukan para Ketua Gardu untuk menjaga kredibilitas ajang selekda. ‘’Tolong panitia ini perhatikan,’’ tulis Dede, panggilan akrabnya sambil me-mention salah satu panitia.
Keterlambatan pengumuman hasil pertandingan, juga disebabkan para pemain yang menulis hasil pertandingan di kertas skor dengan angka yang tidak jelas. Terhadap hal-hal ini, panitia masih harus melakukan klarifikasi kepada atlet yang bersangkutan. Atau ada peserta yang tidak menulis identitas seperti tercantum dalam KTP. Namun hanya menulis nama panggilan. Panitia kesulitan mengidentifikasi nama-nama tersebut, karena tak semua wajah atlet dikenal oleh para panitia. ‘’Hal-hal ini akan menjadi perhatian kedepannya,’’ tulis Dede lagi.
Tak hanya urusan keterlambatan input hasil pertandingan yang disoal. Ridwan menyoroti venue yang tidak refresentatif untuk kejuaraan selevel Selekda. Domino katanya adalah olahraga otak dan tenaga. Tapi jika atlet ‘’ditumpuk’’ di tempat yang berhimpitan peserta lomba merasa kesulitan. ‘’Atlet tidak bisa konsentrasi,’’ katanya.
Terakhir yang disorot adalah, keterlibatan panitia sebagai pemain. Menurut dia, tugas rangkap sebagai pemain dan panitia rawan terjadi conflict of interest. ‘’Sudah dia yang input data dia pula yang mengisi bagan pertandingan, dia pula menjadi pemain,’’ katanya. Ia belum sampai pada tahap menyoal akreditasi wasit yang bertugas. Ia gembira karena panitia mendengar masukannya. Pada pekan kedua, panitia sudah menggunakan bagan yang dibuatnya, yang memudahkan pemain memantau lawan-lawan secara mudah. Termasuk memudahkan cara melihat peluang kemenangan berdasarkan poin memasukan dan kemasukan.
Namun secara umum ia menilai, kejuaraan Selekda berjalan lancar – walau masih banyak yang harus diperbaiki, agar domino sejajar dengan cabang olahraga lain – baik dari sisi prestasi maupun kredibilitasnya.
Suara minor muncul juga dari kalangan atlet. Atlet yang meminta namanya tidak ditulis, mengaku ada indikasi pengaturan skor. Misalnya, ada pasangan yang diminta mengalah dan cukup mendapat poin dalam jumlah tertentu. Dengan demikian pada perhitungan selisih poin – pasangan itu tetap lolos. Atau, boleh menang asalkan, lawannya harus mendapat poin dalam jumlah tertentu pula – sehingga pada perhitungan sisa poin mereka bisa lolos. Padahal kata dia, sportifitas adalah keniscayaan dalam olahraga. Namun karena pertimbangan pertemanan ‘’Hukum Besi’’ dalam olahraga itu menjadi terabaikan.
Menurut pria paruh baya ini, kepercayaan pada sebuah turnamen terletak pada sejauhmana aturan dan sportifitas dijalankan di atas lanskap pertandingan. Fenomena sepakbola gajah yang terjadi di dunia sepakbola menurut dia jangan sampai menjalar ke meja domino. Apa lagi kejuaraannya saja masih sedang mencari bentuknya. ‘’Diawal-awal begini jangan dulu ada permainan yang mencederai sportifitas,’’ katanya.
Keresahan ini dijawab lantang oleh Ketua Panitia Selekda Kristi Arya Pratama. Dihubungi, Kamis 25 Agustus 2022, pegawai di Kementerian Pendidikan Provinsi Sulteng ini bilang, sebagai panitia ia berusaha menghadirkan ajang selekda yang kompetitif namun tak kehilangan nilai silaturahmi – sebagai napas utama olahraga domino yang berbasis komunitas itu. Soal venue, Kristi mengatakan, penyelenggaraan kejuaraan selevel selekda memang layaknya di tempat yang refresentatif. Namun dukungan dana amat minim. Panitia harus mencari dana talangan demi kejuaraan yang baru pertama digelar di Palu itu. Bantuan dari Pemerintah Kota Palu, sebesar Rp10 juta dipersembahkan untuk pemenang 16 orang (8 pasang), untuk cetak merchandise dan lain-lain. Dirinya dan Djaury O Sakkung serta Alimudin Alibau harus merogoh kocek sendiri demi suksesnya kejuaraan selama 4 hari tersebut.
Kristi juga merespons sorotan soal panitia merangkap pemain. Idealnya kata dia, hal itu tak perlu terjadi di ajang sekelas seleksi atlet daerah. Setidaknya untuk menjamin kredibilitas kejuaraan. Untuk pertanyaan ini, pria ramah ini punya jawabannya. ‘’Saya juga menyadari itu,’’ katanya denga nada tinggi.
Ketika selekda hendak digelar, mereka meminta pendapat ke Ketua PORDI Kota Palu. Padahal jika diberi pilihan, ia dan teman-temannya sesama panitia memilih mundur dari kepanitiaan dan beralih menjadi peserta. ‘’Siapa sih atlet yang tidak ingin mewakili daerahnya ke ajang Kejurnas,’’ tanyanya.
Sempat ada diskusi kritis di antara pengurus Pordi soal keterlibatan panitia rangkap pemain. Menurut Riski, keputusan untuk memainkan panitia sekaligus menjadi atlet diputuskan bersama antarpengurus Pordi Kota Palu dan Dewan Wasit. Pada saat yang bersamaan, Kristi menjamin dirinya akan bersikap professional, saat menjalankan dua tugas berbeda itu. ‘’Saat di atas meja pertandingan atribusi panitia dilepas. Dan saya bertanding layaknya seorang atlet,’’ tangkisnya. Ketidakcukupan dana membuat panitia harus mengambil tugas rangkap.
Sorotan berikutnya adalah dugaan pengaturan skor. Panitia katanya tidak mentolelir praktek yang melukai keluhuran olahraga apa pun bentuknya. Jika ada indikasi itu, maka itu terjadi di atas meja antarsesama atlet. Ia sendiri bahkan dilobi atlet tertentu. Ia pernah mendiskualifikasi atlet yang sehari sebelumnya mereka kalahkan. Namun pemain itu muncul lagi di babak gugur. ‘’Saya langsung diskualifikasi,’’ tegasnya.
SUKSES DENGAN BANYAK CATATAN
Ketua PORDI Kota Palu, Alimudin Ali Bau, mengaku kejuaraan bertitel Selekda Atlet Domino Kota Palu, dengan hadiah total Rp10 juta itu berjalan baik. Ia pun mengapresiasi kinerja panitia yang sudah lintang pukang – memastikan kejuaraan ini berjalan lancar. Walau ia mengaku, masih banyak kekurangan yang harus dibenahi. Anak buah Yahya Muhaimin ini mengaku mendengar semua kritik dan masukan dari siapa pun untuk perbaikan kedepannya. Para atlet yang meraih podium I hingga harapan I, akan mewakili Kota Palu, pada seleksi tingkat Provinsi. Kelak pemenangnya akan menjadi wakil Sulteng di ajang Kejurnas II Domino di Jakarta pada September tahun ini. ‘’Para juara yang punya kans mewakili Kota Palu, saya minta jaga stamina dan kesehatan untuk seleksi tingkat provinsi,’’ pesan anggota DPRD Kota Palu ini.
Fakta lain yang menggembirakan adalah kejuaran selekda tidak bias gender. Tidak ada kesan maskulinitas pada olahraga ini. Setidaknya, enam peserta perempuan ikut dalam seleksi ini. Mereka menjadi petarung hebat walau hanya lolos di babak 32 besar. Namun Jihan Bahasuan yang berpasangan dengan Akbar dari Gardu Otista menjadi juara 3 dalam kejuaraan ini. Jihan pun dipastikan menjadi atlet yang ikut seleksi tingkat provinsi.
BERJUANG MENDAPAT PENGAKUAN
Sebagai Ketua Pordi Kota Palu, Alimudin ingin domino masuk dalam wadah KONI sebagai induk olah raga nasional. Pordi Pusat katanya sedang berusaha menuju kesana. Salah satunya adalah harus menyelenggarakan setidaknya 4 kali kejuaraan tingkat nasional dan diikuti cabang-cabang dari seluruh Indonesia. Pordi sendiri baru melaksanakan satu kali kejurnas di Makassar tahun lalu. Sedangkan Kejurnas berikutnya di Jakarta adalah kali kedua.
Harapan yang sama juga juga menyembul dari hati masyarakat umum. Aris Munandar (42) penggemar akut olah raga ini, mengaku senang jika domino bisa tercatat di KONI. ‘’Bagus itu, biar kita yang main di pos jaga disebut juga atlet,’’ katanya terkekeh.
Pembina Pordi Kota Palu, Djaury O Sakkung pun bilang, harapan agar domino bisa masuk sebagai konstituen KONI tergantung dari penggemar dan atlet domino itu sendiri. Misalnya, setiap pada kejuaraan para atlet harus menjunjung tinggi nilai-nilai sportifitas, penyelenggara kejuaraan harus kredibel serta turnamen yang berjalan konsisten. Ia mengambil contoh olahraga bridge, yang kini sudah dimainkan hingga di olimpiade musim dingin. Bridge adalah salah satu cabang olahraga bermain kartu yang membutuhkan kejelian dalam melihat peluang maupun penyusunan strategi yang bisa mengasah otak para pemainnya.
Agus Himawan pemerhati olahraga di Palu bilang, jika sekadar masuk dalam KONI dengan syarat harus menggelar minimal 4 kali kejurnas adalah hal mudah. Para pegiat olahraga ini pasti mampu memenuhinya. Sulteng dan Kota Palu khususnya, pencinta olahraga ini bertebaran di banyak tempat. Setidaknya dari olahraga ini bisa mengerek nama daerah dalam perolehan medali emas di setiap even sekelas PON.
Domino adalah olahraga rakyat yang dimainkan di komunitas untuk sejenak melupakan kepenatan hidup akibat sosial politik yang salah urus. Kini, ia tak sekadar olahraga untuk ‘’membunuh waktu’’ menanti saat tidur malam. Domino melalui para pegiatnya terus menata diri, membenahi sistemnya dan membentuk karakter atletnya, sebuah jalan panjang untuk mengklaim satu slot di induk olahraga nasional bernama KONI. ***
Penulis : Amanda
Foto-foto :Amanda