SEBANYAK 22 bakal calon Anggota DPD asal Sulteng, telah merampungkan pendaftaran di KPU Sulteng, 14 Mei 2023 lalu. Selangkah lagi, setelah verifikasi pada 15 Mei hingga 23 Juni mendatang, mereka akan ditetapkan menjadi calon anggota DPD.
Sejak hari pertama pendaftaran pada 1 Mei 2023 lalu para kandidat senator mendatangi kantor KPU Sulteng yang terletak di Jalan Suwondo Parman. Kepercayaan diri para kandidat terpancar begitu kuat. Dikawal relawan, para kandidat dalam pose terbaiknya menyalami para komisioner dan staf sekretariat, menyapa jurnalis – saat berkasnya dinyatakan memenuhi syarat (MS) oleh komisioner KPU. Sejurus berikutnya, para tokoh ini kemudian diarahkan memberikan keterangan pers di ruang RPP Pemilu KPU Sulteng.
Di hadapan jurnalis, mereka ditanya macam-macam. Mulai obsesi hingga problem riil yang dihadapi rakyat, bergantian menyembur dari mulut jurnalis. Ada beberapa yang mampu menjawab dengan taktis. Ada yang merespons standar- khas politisi. Namun ada pula jawaban yang tak pas dengan pertanyaan – bahkan sebenarnya ada yang tak layak kutip. Maka, saat kandidat tersebut meninggalkan ruang pers, keriuhan sontak pecah ruang media.
Jawaban-jawaban yang terlontar menjadi bahasan serius. Ada yang menyalahkan timnya tidak membekali sang kandidat merespons pertanyaan-pertanyaan sederhana. Ada yang bersikap moderat dan berusaha memahami. ”Kandidat baru begitu memang. Pengetahuan minim. Tapi perlu direspons berlebih. Tapi dia berani maju di jalur politik perlu diapresiasi, pada saat anak seusianya asyik menjadi youtuber dan conten creator,” dalih jurnalis lainnya. Beberapa staf KPU Sekretariat, yang menguping konferensi pers itu, juga ikut bersuara minor.
Pertanyaan tajam yang direspons jawaban standar para kandidat, menjadi pemandangan dominan selama masa pendaftaran. Misalnya, ada kandidat yang berjanji akan membangun relasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah. Atau mendorong pengembangan program di bidang ekonomi, pemberdayaan perempuan serta perhatian dan memberi kenyamanan bagi masyarakat Sulawesi Tengah. Kandidat lainnya, berjanji mensejahterakan petani dan memperkuat perempuan.
Andhika Mayrizal Amir Putra Ma’mun Amir Wagub Sulteng kini, berobsesi membawa kepentingan daerah termasuk kepentingan kalangan milenial. Sedangkan bekas Ketua Sinode GKST, Renaldi Damanik menjanjikan rekonsiliasi yang hakiki. Baginya jika ini tercapai Sulawesi Tengah akan menjadi lebih baik.
Sedangkan mantan politisi PBB, Arifin Sunusi menyorot kebudayaan termasuk potensi bahasa daerah yang terancam punah. Ia mendorong agar bahasa daerah aktif digunakan oleh sebagai bahasa ibu. Sedangkan janji untuk memberdayakan warga di sekitar lingkar tambang disuarakan Febrianti hongkiriwang. Anak-anak dan perempuan di wilayah konsentrasi tambang menurut istri Bupati Morowali Utara, Delis Julkarson Hehi ini, harus mendapat perhatian para pihak. Sementara, mantan Kepala Dinas Cipta Marga Syaifulah Djafar menyebut, kewenangan DPD RI masih setengah hati. Karena itu jika terpilih, harus diupayakan diamandemen.
Sementara Mustar Labolo, bekas Wakil Bupati Kabupaten Banggai, mengusung isu lawas pemekaran Provinsi Sulawesi Timur. Klausul lama yang selalu muncul menjelang momen politik elektoral dipilih Mustar untuk disampaikan di depan puluhan jurnalis, Jumat 5 Mei lalu.
Selanjutnya, nasib petani yang tak kunjung membaik, dipilih Tri Iriani Lamakampali, sebagai soundbite kampanyenya. Iriani bahkan merasa perlu mengulang hingga dua kali soal petani ini. Saat di depan Komisioner ketika pendaftarannya dinyatakan memenuhi syarat (MS). Saat sesi konferensi pers, mantan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sulteng ini, mengulang narasi yang sama. Ia mengaku persoalan petani harus disuarakan di level nasional. ”Saya mengambil peran itu untuk menyampaikan nasib petani kita,” katanya sembari menebar senyum ramahnya.
Akbar Supratman, membeber panjang lebar pengalamannya di rimba ibu kota. Jaringan yang luas menurut dia, adalah bekal yang bagus membangun link anak muda di Sulawesi Tengah. Ia mengklaim, kenal baik dengan Wakil Ketua DPR RI, Sufi Dasco Ahmad dan pencalonannya didukung Menteri Olah Raga. Sebagai anak muda yang lama menetap di Jakarta ungkapnya, dia terpanggil untuk mengabdi di Sulteng melalui DPD.
Kandidat lainnya, tokoh pergerakan Eva Hanafi Bande bilang, kerja-kerja pembelaan yang dilakukannya selama 20 tahun lebih terkait dengan perampasan lahan rakyat. Problem penyelesaian konflik agraria di Sulteng katanya sudah saatnya diperjuangkan di panggung politik nasional.
Inisiatif dari pencalonannya menjadi calon anggota DPD RI, merupakan hasil diskusi panjang di serikat-serikat tani dan komunitas di tingkat tapak. ”Jika saya terpilih menjadi anggota DPD di 2024, ini betul-betul kemenangan rakyat, karena segala bentuk aspirasi yang saya bawah ke parlemen adalah amanah rakyat,” tegas dia.
Lalu sejauhmana janji-janji itu bisa dieksekusi. Tokoh Gerakan Sipil Sulawesi Tengah, Arianto Sangadji, sangsi atas janji-janji itu. Menurut salah satu tokoh penolak PLTA Lindu itu, DPD sulit merealisasikan janji politiknya. Karena tidak punya fungsi legislasi. Mestinya, DPD mempunyai kewenangan inisiasi untuk mengajukan RUU dan membahasnya bersama DPR dan pemerintah.
Lalu bagaimana dengan janji politik yang kadung terucap?. Anto punya saran. Anggota DPD harus bisa bermanuver untuk kepentingan konstituen di daerah. Misalnya, memanfaatkan panggung-panggung formal di DPD untuk menyuarakan kepentingan konstituen di daerah. ”Anggota DPD harus aktif menggunakan media massa untuk suarakan kepentingan konstituennya,” ucap mantan Dosen Hukum Universitas Tadulako ini. Langkah-langkah semacam ini harus dilakukan. Mengingat, UU membatasi Anggota DPD tidak bisa menyuarakan suara konstituen. ”Saya usul, solusinya UU tentang DPD harus direvisi,” tekan Anto – biasa ia diakrabi.
Menurutnya, setidaknya ada tiga isu yang menjadi perhatian DPD asal Sulteng. Pertama, Sulteng adalah daerah tujuan investasi berbasis sumber daya alam (nikel, sawit, migas). Ini mempunyai implikasi besar. Investasi ini melahirkan kasus seperti perampasan tanah kaum tani. Terjadi konflik tanah, terjadi kasus eksploitasi buruh. Sengketa perburuhan sebut Anto akan meningkat. Selain itu akan terjadi deforestasi, pencemaran air dan udara serta banjir. Anggota DPD harus tanggap pada isu-isu semacam ini. Pasalnya, sebagian warga Sulteng ada di sektor ini. Menurut dia, Anggota DPD harus kritis terhadap dampak investasi di Sulteng maupun rendahnya kontribusi fiskal daerah. ”Isu perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak yang menguntungkan daerah harus disuarakan oleh anggota-anggota daerah,” ujarnya menyarankan.
ABAI PADA ISU DISABILITAS & BURUH MIGRAN
Baru menyandang bakal calon, para senator itu mulai menuai kritik dari kelompok masyarakat. Salah satunya datang dari Siddiek Malewa Anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Kota Palu. Di depan jurnalis sejak hari pertama pendaftaran hingga hari terakhir, ke-22 calon DPD tak satupun menyinggung kelompok rentan. Siddiek Malewa menilai, sebagian politisi tidak memahami isu disabilitas. Ketidakpahaman inilah menurut dia yang membuat politisi abai pada isu-isu disabilitas. Ia juga menyebut, lemahnya politik keberpihakan pada kelompok masyarakat yang bernasib seperti dirinya, yang membuat isu ini tak disentuh sedikitpun. Ia dan teman-temannya pernah bertemu dengan politisi untuk mendengar good will (niat baik) mereka. ”Tapi belum apa-apa politisi itu bertanya, jumlah kamu ada berapa,” katanya. Jika bicara jumlah atau politik untung rugi, untuk kepentingan politik elektoral, maka komunitasnya tidak akan dilirik. Jumlah mereka yang sedikit tidak bisa menjadi daya ungkit perolehan suara politisi di bilik TPS.
Malewa menambahkan, munculnya pertanyaan remeh temeh macam itu, adalah gambaran konkret lemahnya politik keberpihakan dari elit politisi. Padahal pada isu-isu kelompok rentan politik keperpihakan adalah keniscayaan. Bukti tumpulnya keberpihakan menurut dia, setidaknya bisa dilihat dari Peraturan Daerah Disabilitas yang tak kunjung diketuk. Pihaknya butuh politisi yang sefrekwensi hanya sekadar untuk memberi pemahaman, apa itu disabilitas. Siapa saja disabilitas itu, dan bagaimana negara menyikapinya.
Kritik lainnya datang dari Solidaritas Perempuan (SP) Palu. Direktur SP Palu, Fitri S Pairunan, mempertanyakan calon Anggota DPD tak satupun yang sekadar menyentil isu buruh migran. Di Sulawesi Tengah, kasus buruh migran cukup tinggi. Ini memperlihatkan tidak ada keberpihakan calon DPD terhadap keadilan bagi buruh migran termasuk perempuan buruh migran. Perempuan migrasi keluar negeri diperhadapkan dengan kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. Mulai dari proses pemberangkatan, penempatan, hingga repatriasi, Perempuan Buruh Migran banyak ditempatkan dalam situasi rentan. ”Padahal kalau berbicara tugas dan fungsi salah satu fungsi DPD RI adalah fungsi pengawasan atas Pelaksanaan Undang – Undang,” tegasnya.
Menurut dia, calon DPD harus menjadikan buruh migran sebagai perhatian utama. Mengingat di Sulawesi Tengah angka kasus indikasi trafficking terhadap perempuan buruh migran yang ditangani SP Palu setiap tahunnya meningkat. Di tahun 2022-2023 ada sekitar 9 kasus penempatan unprosedural ke wilayah Timur Tengah. ”Hal tersebut karena adanya kebijakan moratorium penempatan di wilayah itu untuk sektor pekerja rumah tangga,” ucapnya.
Solidaritas Perempuan Palu berharap DPD terpilih memiliki keberpihakan terhadap kepentingan perempuan. Termasuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah untuk memastikan perlindungan perempuan dijalankan. ”Walaupun kami melihat sampai saat ini belum ada calon DPD RI yang memiliki pemahaman terhadap persoalan perempuan buruh migran tapi situasi buruh migran di sulteng harus menjadi prioritas mereka. Mereka harus memastikan sistem perlindungan buruh migran diimplementasikan agar mereka mendapatkan keadilan.
Penulis: Amanda
Foto: Amanda & Istianah