SAAT mengikuti acara Culture Forum yang digelar secara sederhana pada Minggu, 22 Mei 2022 di Raego Cafe, saya merasakan seperti ada hal yang masih berupa misteri yang sulit terungkap dalam dialog dan tanya jawab saat itu. Ada sesuatu yang masih dihindari untuk dibicarakan secara terbuka dan balak-blakan oleh segenap Culture Project dan semua pentolannya.
Yang pasti hal itu saya rasakan masih berkaitan dengan kesiapan tampilnya Culture Project dihajatan Internasional se kelas Java Jazz. Saya merasakan sesuatu yang bagi mereka adalah sebuah Beban Moril yang harus ditunaikan dengan sempurna sebagai satu-satunya grup band yang pertama mewakili Sulawesi Tengah di ajang Java Jazz. Apapun itu, semoga saja hanyalah secuil dari subyektifitas tekanan bathinku yang saat itu juga sedikit gelisah mendengar beberapa hambatan-hambatan menjelang keberangkatan mereka. Katakkanlah salah satunya adalah dukungan teknis dan taktis.
Mau tidak mau, suka atau tidak suka, bahwa penampilan Culture Project di event berkelas internasional tersebut tidak hanya membawa nama Culture Project sebagai sebuah band semata tapi juga secara umum turut merepresentasikan segenap potensi dari keseluruhan dimensi seni budaya provinsi Sulawesi Tengah. Tak hanya itu, Culture Project juga mengemban amanah, memikul tanggung jawab moral yang sarat dengan segudang unsur Kearifan lokal yang di kemas dalam bentuk musik dimana secara bersamaan diharapkan dapat mengkomunikasikan semua ekspektasi besar itu secara sempurna melalui garapan musik yang mampu menghipnotis audiens dalam durasi 60 menit di panggung Java Jazz Jakarta.
Dari sudut pandang yang lain, kehadiran Culture Project di panggung Java Jazz 2022 Jumat, 27 Mei 2022 kemarin, bisa jadi merupakan barometer kebangkitan industri musik di Sulawesi Tengah. Bukan tidak mungkin, keikutsertaan Culture Project sebagai sebuah band asal Kota Palu ini akan menjadi kunci pembuka pintu bagi segenap insan musik guna menggerakkan ekosistem industri musik secara masif di Sulteng.
Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa Culture Project akan menjadi pendobrak awal atas keberpihakan konsep pelaksanaan yang selama ini menjadi mainstream utama Java Jazz. Tentunya hal ini lebih berkaitan dengan potensi besar yang juga perlu menjadi perhatian para insan musik dunia khususnya di Ibukota Jakarta. Apalagi jika menganalisa 10 (sepuluh) lagu yang menjadi pilihan karya yang akan dipresentasikan di panggung Java Jazz, hampir semuanya adalah karya-karya yang kontekstual dan sarat dengan dinamika sosial serta tradisi lokal.
Sebuah bahkan beberapa buah pesan yang mungkin akan terkirim secara tegas kepada semua insan musik di tanah air dan khususnya di Sulawesi Tengah yang tentunya akan lebih tergaung saat Culture Project berhasil menaklukkan panggung Java Jazz nanti. Akan menjadi sesuatu yang sangat menarik tentunya mendengar langsung Culture Project bercerita tentang pengalaman mereka dan atmosfir yang mereka rasakan di ajang internasional tersebut.
Sebagai masyarakat Kota Palu yang turut mengikuti dan menyaksikan langsung proses metamorfosa Culture Project selama ini tentunya menjadi sebuah KEBANGGAAN BESAR bagi saya atas keikutsertaan band asal Kota Palu dihajatan internasional sekelas Java Jazz. Kalaupun hal ini blum bisa dikatakan sebagai sebuah prestasi hebat, setidaknya ini adalah sebuah Pencapaian tertinggi atas Konsistensi yang dimiliki oleh Culture Project di tengah keterbatasan mereka selama ini.
Saya melihat bahwa keikutsertaan Culture Project di ajang Java Jazz ini bukan sekedar sebuah pertunjukan musik semata, tapi sebuah Perjuangan atas Segudang Misi dan Harapan Besar dari segenap insan musik di Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Palu Yang Wajib Mereka Tunaikan dan Selesaikan secara sempurna dengan Succes Story yang gemilang. SEMOGA.
Penulis:
Riki B. Muhammad Lahia
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Persatuan artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (DPD PAPPRI) Sulawesi Tengah