MENGENAKAN uniform ‘’kebesaran’’ kemeja putih lengan pendek dipadu celana panjang cokelat, ia keluar dari balik Nissan Terrano hitam yang belepotan lumpur kering. Ia melompat keluar dari dalam mobil dengan gerakan yang gesit, mengindikasikan gairah muda yang berdesir dalam dirinya. Sesaat kemudian, ia menjulurkan tangannya – mengucap salam dengan intonasi yang terjaga.
Pembawaannya kalem. Kalimatnya terukur. Postur tegap dengan wajah klimis. Dia adalah Andi Nur Bangsawan Lamakarate (40), Ketua Gerakan Indonesia Raya Kota Palu, figur muda yang barus saja mendeklarasikan dirinya maju pada pilkada Kota Palu. Sikap politik itu disampaikannya usai dilantik sebagai Ketua DPC Partai Gerindra Palu beberapa pekan lalu.
Lahir dari trah tokoh-tokoh terkenal, Lamakarate, Djanggola, Pettalolo dan Tandjubulu, Ancha – sapaan akrabnya mengaku, pilihan politik yang diambilnya bukan karena menyandang nama-nama besar di belakangnya.
Berbincang di ruang kerjanya dengan kursi empuk merah terang, Ancha mengaku telah siap lahir batin bersaing dalam hajatan demokrasi berdurasi lima tahunan itu. Ia lebih percaya pada kompetensi, gagasan dan ide yang dimilikinya, bukan karena menyandang nama besar di belakangnya. Baginya, menjadi pemimpin adalah soal kemampuan yang melekat pada tiap orang. Bukan karena salinan genetis.
Ditemui di Sekretariat Gerindra, Senin 8 Agustus 2022, tokoh muda ini mengaku menumpuk segudang ide untuk mengentas hal-hal mendasar di Kota Palu. Seperti, ketenagakerjaan, infrastruktur, penataan kota dan lainnya. Namun yang terpenting ungkap suami Afrianti Yahya ini, membangun kota adalah membangun manusianya. Semegah apa pun infrastrutur kota, tidak boleh meninggalkan manusianya. ”Bagi saya membangun kota adalah soal membangun manusianya,’’ ungkapnya.
Untuk sampai ke titik itu, bapak dengan empat anak ini, mengaku banyak hal yang perlu dibenahi. Tapi yang terpenting adalah memperbaiki pelayanan kepada masyarakat. Wajah pemerintah di hadapan warganya, mengejawantah dalam bentuk pelayanan publik. Pemerintah sudah disedikan recources (sumber daya) yang memadai. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Alokasi Umum (DAU), PAD dan berbagai kemudahan lainnya. Maka sumber daya yang diberikan rakyat, menurut dia harus berbanding lurus dengan apa yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya.
”Saya memahami konsep pemerintah seperti itu, pemerintah bukan dilayani. Tapi harus melayani. Anda bisa rasakan saja, public service kita sekarang seperti apa,”sorotnya.
Ia belum merinci detail tentang apa yang kelak dilakukannya. Blue print (cetak biru) kebijakannya sebagai kandidat, masih terus dimatangkan. Baru akan dirilis setidaknya lima bulan lagi tepatnya pada 2023 nanti. Memaknai kepemimpinan kaum muda, Ancha mengaku kepemiminan kaum muda adalah keniscayaan sejarah. Figur muda menawarkan harapan, optimisme akan masa depan. Peradaban digital dimana orang-orangnya yang meniscayakan pelayanan yang cepat, tepat dan akuntabel – maka tantangan itu hanya akan bisa dijawab oleh oleh kaum muda. ”Dari situ saya melihat, kaum muda sedang meniti jalannya. Tidak saja di panggung politik praktis tapi di semua lini,” katanya yakin.
Kota Palu dengan 300 ribu lebih penduduknya, menuntut nahkoda yang tidak saja memahami bagaimana menata kawasan kota, menata organisasi pemerintah atau memungut retribusi di tengah kondisi ekonomi yang belum terlalu baik. Bagi Ancha, yang lebih dibutuhkan adalah memaksimalkan 11 macam pungutan pajak dan tiga retribusi. Sambil pada saat yang bersamaan, merasionalkan pengeluaran pemerintah pada sektor yang dianggap prioritas. Belanja- belanja rutin yang tidak mendesak, menurut dia dipertimbangkan ditunda.
Ia akan memokuskan pada pada pelayanan dasar publik, seperti air bersih yang masih banyak dikeluhkan warga Kota Palu. Pemerintah dan jajarannya sampai ke pegawai di tingkat paling bawah, menurut dia harus menempatkan dirinya sebagai pelayan. Bukan dilayani. Karakter dilayani menjadi melayani menurut dia harus diubah.
Ditanya soal kebijakan mendasar yang kelak dilakukannya, Ancha mengaku akan merilisnya nanti pada 2023 nanti. Di sana nanti akan terlihat secara lengkap. Apa masalah yang dihadapi kota, apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melaksanakannya – akan ia gambarkan pada pokok-pokok kebijakannya yang akan dirilisnya pada 2023 mendatang.
Sebagai pengusaha, ia ingin kerja-kerja di pemerintahan lebih berorientasi hasil daripada proses. Misalnya, rapat-rapat yang terjadi di balik-balik tembok kantor pemerintah, itu adalah proses kerja bukan hasil kerja. ‘’Jangan proses kerja seperti rapat kemudian diklaim sebagai hasil kerja. Di dunia bisnis tidak seperti itu,’’ katanya tersenyum. Dengan pengalaman sebagai pengusaha sukses, organisatoris, Ancha mengaku mempunyai modal yang memadai untuk bersaing dengan kandidat lainnya. ***
Penulis : Amanda
Foto-foto : Amanda