TIM Ekspedisi Goepark Poso akhirnya berhasil merampungkan penyusunan rencana induk (renduk) Geopark Poso. Seturut dengan rampungnya dokumen tersebut, Tim Ekspedisi pun menyerahkan dokumen renduk tersebut kepada Dra Nurhayati, Kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata Sulteng atas nama Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah, di Dodoha, Institut Mosintuwu – Kota Tentena, Kabupaten Poso, Jumat 6 Desember 2024.
Kawasan Geopark Poso meliputi area seluas 8.712,25 km2 yang tersebar di 19 kecamatan, di antaranya, Kecamatan Pamona Selatan, Pamona Barat, Pamona Tenggara, Pamona Utara, Pamona Pusalemba, Pamona Timur, Lore Selatan, Lore Barat, Lore Utara, Lore Tengah dan Lore Timur serta Lore Peore hingga Poso Pesisir. Sebaran itu meliputi, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Poso Pesisir Utara, Poso Kota, Poso Kota Selatan dan Poso Kota Utara serta Kecamatan Lage.
Mengutip dokumen renduk yang terdiri dari 7 bab tersebut secara umum terdiri dari tiga bagian penting, Yakni, keragaman geologi, keanekaragaman hayati dan budaya.
KERAGAMAN GEOLOGI (GEODIVERSITY)
Berdasarkan dokumen warisan geologi Poso, terdapat dua puluh empat lokasi situs geologi yang tersebar di Kabupaten Poso. jumlah situs tersebut menunjukkan rekam jejak sejarah geologi Pulau Sulawesi dan Cekungan Poso yang memengaruhi keanekaragaman hayati dan keragaman budaya di Sulawesi sejak ratusan hingga jutaan tahun yang lalu.
Oleh tim penyusun, ke – 24 situs warisan geologi tersebut dikelompokkan menjadi beberapa klaster berdasarkan keterhubungannya dengan keanekaragaman hayati dan keragaman budaya. Warisan geologi yang tersebar di 19 kecamatan di Kabupaten Poso tersebut, antara lain, Geosite Mata Air Panas Patangolemba, Geosite Hipostratipe Formasi Puna Tangkura, Geosite Sekis Hijau Panjoka dan Sekis Biru Panjoka serta Geosite Endapan Debris Tampemadoro.
Kemudian, Geosite Sinklin Pandiri, Geosite Foliasi Taripa dan Geosite Batugamping Malihan Gua Latea serta Geosite Batugamping Formasi Poso Goa Pamona.
Menyusul kemudian Geosite Goa Korobono, Geosite Triangular Faciet Pada Marari, Geosite Travertine Saluopa, Geosite Ketidakselarasan Petirodongi, Geosite Endapan Danau Poso Purba Ceruk Tangkaboba, Geosite Zeolit Pompangeo Taripa, Geosite Air Terjun Granodiorit Kalori, Geosite Hipostratotipe Formasi Latimojong dan Geosite Intrusi Diorit Bomba, Geosite Sungai Purba Badangkaia hingga Geosite Mata air Panas Lengkeka.
Dokumen Renduk juga menyebutkan, warisan geologi akan dikembangkan, dengan geowisata yang berbasis fitur geologi. Ini meliputi, konservevasi situs geologi, peningkatan edukasi dan penelitian geologi, seperti laboratorium geologi terbuka maupun kerjasama penelitian internasional.
Selain itu, integrasi geologi dengan budaya lokal, berupa penggabungan aspek geologi dan budaya maupun cerita atau legenda rakyat sebagai daya tarik geowisata, dipandang perlu dikembangan.
Pengembangan lainnya adalah, infrastruktur geowisata dan promosi, seperti rute geowisata dan promosi digital. Pengembangan lainnya meliputi manajemen risiko geologi dan mitigasi bencana alam.
KERAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY)
Wilayah Geopark Poso yang berada di jantung Sulawesi memiliki keragaman hayati yang tinggi terutama yang bersifat asli serta endemik. Menurut peneliti muda Kurniawan Bandjolu, anggota Tim Ekspedisi Geopark Poso, hal tersebut sebagai dampak dari Pulau Sulawesi yang berada di kawasan biogeografis yang disebut Wallacea.
‘’Istilah endemik digunakan untuk fauna dan flora yang hanya ditemukan di Sulawesi atau di Poso, dan tidak ditemukan ditempat lain,’’ jelasnya pada talk show di Radio Mosintuwu, Sabtu 6 Desember 2024.
Renduk ini merinci pula, keragaman hayati di Poso yang tercipta akibat isolasi geografis dan kondisi lingkungan yang khas. Hal ini telah dikaji para ahli yang menghubungkan keragaman fauna dan flora dengan kondisi geologi Sulawesi maupun pada kajian distribusi monyet endemik Macaca.
Hal yang sangat luar biasa lainnya di wilayah Geopark Poso yaitu keberadaan Danau Poso sebagai salah satu dari 10 danau purba (ancient lake) di dunia. Danau Poso memiliki umur 2 juta tahun yang lalu sehingga memiliki kekhasan pada fauna akuatik di danau ini.
Selanjutnya, sebaran keragaman hayati di Geopark Poso yang menjadi lokasi prioritas setidaknya dapat ditemukan di 11 titik, yaitu Watu Pangasa Angga, Goa Late, Air Terjun Saluopa, Batu Dua Leboni, Tangkadao Dulumai, Pada Marari, Taman Wisata Alam Bancea, dan Pegunungan Petirorano serta Sungai Purba Badangkaia hingga Sungai Tomasa, dan Mata Air Panas Patangolemba.
Kemudian, sebanyak 20 spesies fauna terestrial yang dapat ditemukan di wilayah Geopark Poso, yang terdiri dari 4 spesies primata, 7 spesies burung, 6 spesies katak, dan 3 spesies ular.
Salah satu yang paling memiliki kaitan dengan pembentukan wilayah Poso dan aktivitas masyarakat yaitu ikan sidat atau sogili. Masyarakat setempat menyebutnya masapi. Fauna akuatik ini memiliki siklus hidup yang unik, bermigrasi dari Danau Poso ke Teluk Tomini dan sebaliknya.
Ikan sidat tumbuh dan menyelesaikan siklus dewasanya di air tawar. Ikan dewasa bertelur di laut dan larva sidat (glass eel) kemudian bermigrasi dari perairan laut ke perairan tawar.
KERAGAMAN BUDAYA (CULTURE DIVERSITY)
Geopark alias Taman Bumi, juga mensyaratkan adanya keragaman budaya disamping geologi dan keragaman hayati. Kabupaten Poso yang memiliki keragaman budaya secara turun temurun, sedikitnya 24 di antaranya tercatat sebagai warisan budaya tak benda ( WBTB) antara lain, raego, kain kulit kayu, padungku, modulu dulu, tarian torompio dan modero serta tambi (rumah adat). Selain itu, ada pula duhunga (bangunan tradisional), waru ranta Bada dan karambangan serta tarian dondi.
TEMA DAN VISI MISI GEOPARK POSO
Geopark Poso, Tapak Tektonik di Jantung Sulawesi adalah tema yang dipilih oleh tim penyusun rencana induk Geopark Poso. Pengangkatan yang dipicu subduksi atau megathrust pada beberapa juta tahun lalu, ikut mengantarkan kehidupan di atasnya.
Para geolog dan arkeolog, yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Geopark Poso, menemukan fakta ilmiah bahwa disetiap batuan, flora maupun kebudayaan serta faunanya ditemukan jejak-jejak kehidupan purba.
Aktivitas tektonik yang membentuk Kabupaten Poso bahkan Sulawesi itulah yang meyakinkan tim penyusun, untuk menyebutnya sebagai tapak tektonik di jantung Sulawesi. Kata itu tak semata untuk menunjukkan bahwa Sulteng dan Poso, letaknya di di tengah atau di jantung Pulau Sulawesi.
Makna metaforis itu, untuk menggambarkan bahwa jantung adalah organ vital bagi kehidupan. Denyut kehidupan purba yang teridentifikasi lewat batuan, flora, budaya dan fauna harus tetap dijaga dengan cara memuliakan bumi untuk kesejahteraan masyarakat.
Lian Gogali, Ketua Tim Ekspedisi Poso, mengatakan, Geopark Poso sebagai konsep pembangunan harus memastikan jantung itu tetap berdegup. Tidak boleh berhenti agar kehidupan tidak punah. ‘’Caranya, pembangunan harus sejalan dengan semangat Geopark dimana bumi harus dijaga dan dimuliakan dengan demikian bumi akan menghadirkan kesejahteraan bagi penghuninya,’’ jelas Lian.
Harapan kearah itu katanya mulai mewujud dengan dimasukkannya, narasi geopark pada RPJP Daerah Poso tahun 2025 – 2045. Karena itu, geopark sebagai konsep pembangunan tidak boleh didikotomi dengan pembangunan. Keduanya harus seiring sejalan. Baginya, geopark adalah jawaban terhadap bagaimana pembangunan berkelanjutan direncanakan dan dijalankan.
Geopark menurut dia bertujuan, menggali keterkaitan antara komponen keragaman geologi dengan komponen keragaman bumi lainnya, yaitu hayati dan budaya untuk kepentingan pendidikan, konservasi, dan penumbuhan nilai ekonomi lokal.
Tujuannya adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat setempat yang telah mendiami kawasan itu selama beberapa generasi. ***
Penulis + foto: Yardin Hasan