PALU – Mayoritas pengungsi mengharapkan pencairan bantuan stimulan yang dijanjikan pemerintah tidak membuat mereka kerepotan. Pengalaman selama ini jika berkaitan dengan bantuan dana, proses pencairannya selalu berbelit.
Agustan Amir(47), warga Petobo, mengharapkan agar birokrasinya dibuat semudah mungkin, mengingat keberadaan dana stimulan itu sangat dibutuhkan untuk memperbaiki rumahnya yang rusak sedang.
Kebetulan, katanya, ia telah melengkapi semua dokumen kependudukan, seperti kartu tanda penduduk atau kartu keluarga yang hilang saat gempa lalu.
Menurut Agustan, walau rumahnya hanya rusak sedang, namun sejumlah dokumen penting raib digondol penjarah. ”Tapi cepat cepat saya urus. Karena saya tahu, dokumen ini nanti penting mengurus soal bantuan bencana,” katanya.
Di Kelurahan Kabonena, Sandi Th (32), juga mengemukakan kekhawatiran yang sama. Sandi Th yang usaha ternaknya hancur dihantam gempa di Sigi membandingkannya dengan saat awal gempa lalu. ”Saat itu pada situasi yang tidak menentu, untuk mendapatkan bantuan masih harus pakai surat keterangan Ketua RT dan KTP.
Apa lagi saat situasi sudah normal, nanti syarat-syaratnya bisa lebih rumit lagi,” katanya. Padahal dengan data yang sudah ada di tangan ketua RT, sudah cukup kuat dan valid, bahwa mereka yang mendapatkan bantuan adalah orang orang yang terdampak gempa.
Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Palu Iskandar, menjelaskan, dana stimulan perbaikan rumah bagi korban bencana tidak diberikan langsung ke orang per orang. Tetapi dicairkan melalui kelompok masyarakat (Pokmas).
Pencairannya dilakukan sesuai rencana anggaran yang diajukan dalam proposal Pokmas yang beranggotakan warga calon penerima bantuan. Secara umum dana hanya digunakan untuk pembelian material yang langsung dibayarkan kepada tokoh bangunan.
”Pokmas membuat perencanaan melalui proposal. Setelah itu baru pencairan dengan cara transfer ke rekening kelompok masyarakat,” jelasnya.
Setiap Pokmas beranggotakan 15 sampai 20 orang. Setiap kelompok didampingi tenaga konsultan. Para konsultan pendamping akan dibentuk oleh pemerintah. Kelak kata dia, konsultan akan mendampingi penggunaan stimulan tersebut.
Pencairan dana tidak dilakukan secara utuh. Tapi disesuaikan dengan progres bangunan. Misalnya kriteria rumah rusak berat dengan rencana stimulan Rp50 juta. Jika kemudian dalam proses rehabilitasinya tidak sampai menelan biaya Rp50 juta, maka dana yang diberikan hanya sebatas pada rampungnya bangunan rumah.
”Tidak mutlak Rp50 juta. Tergantung apa yang mau dilaksanakan. Kalau cuma sampai Rp25 juta, ya itu saja yang dicairkan,” urainya panjang lebar.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Sulteng Longki Djanggola sudah mengajukan dana stimulan ke pemerintah pusat, total nilai sebesar Rp2,6 triliun yang terbagi dua item, yakni dana stimulan dan uang santunan.
Penulis: Yardin Hasan
Foto: Yardin Hasan
artikel ini adalah republikasi dari web kabarsultengbangkit yang diinisasi AJI bekerjasama dengan Internews untuk bencana 2018